Get Mystery Box with random crypto!

Khutbah Jumat: MEMAKNAI HARI KEMERDEKAN Kaum muslimin yang d | Abdullah Haidir

Khutbah Jumat:

MEMAKNAI HARI KEMERDEKAN

Kaum muslimin yang dirahmati Allah.

Beberapa hari lagi bangsa ini kembali akan memperingati hari kemerdekannya. Agenda tahunan yang tak akan terlewatkan segenap penduduk negeri dari berbagai lapisan.

Kemerdekaan merupakan anugrah yang sangat besar bagi bangsa ini, betapa banyak nyawa yang gugur demi meraihnya. Karena tidak ada satu bangsa pun yang rela dijajah, selemah apapun pasti dia akan melawan.

Kaum muslimin pun sangat menentang penjajahan dan tentu saja tak sudi dijajah. Maka perjuangan merebut kemerdekaan adalah jalan satu-satunya yang harus ditempuh. Apapun resikonya.

Karenanya tak heran jika para ulama, para santri dan segenap kaum muslimin berada di garis terdepan perjuangan kemerdekaan. Kita tentu ingat resolusi jihad Hadhratusysyaikh KH Hasyim Asyari rahimahullah yang menggelorakan jihad rakyat Indonesia. Tak lupa juga teriakan takbir bung Tomo rahimahullah yang sangat membangkitkan semangat perlawanan. Itu hanya sebagian contoh bagaimana peran kaum muslimin bagi bagi perjuangan kemerdekaan bangsa ini.

Hanya saja, pertanyaan mendasarnya, untuk apa kemerdekaan ini kita raih? Setelah penjajah pergi apa sikap kita? Apakah cukup hura-hura dan berpesta ria? Ataukah kita akan maknai kemerdekaan sebagai sikap bebas berbuat apa saja tanpa batasan? Tentu saja tidak, karena jika hal itu terjadi, maka kita hanya berpindah dari penjajahan fisik kepada penjajahan hawa nafsu.

Sebagai seorang muslim, kemerdekaan dapat dimaknai sebagai kebebasan dan kesempatan terbuka bagi kita untuk menghadirkan ketundukan dan ketakwaan kepada Allah sebaik-baiknya dan kemudian melakukan tindakan terbaik untuk membangun negeri sesuai kapasitas dan potensi masing-masing.

Allah Taala berfirman,

الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Haj: 41)

Hal ini diperjelas oleh apa yang diungkapkan oleh sahabat Nabi yang muia; Rib’i bin Amir, saat ditanya oleh Rustum tentang misi Rasulullah saw dan kaum muslimin. Dengan lantang beliau berkata

لِنُخْرِجَ الْعِبَادَ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ رَبِّ الْعِبَاد

“Kami ingin mengeluarkan para hamba dari ibadah kepada sesama hamba menjadi ibadah kepada Tuhannya hamba.”

Mengisi kemerdekaan dengan menghadirkan penghambaan kepada Allah bukan hanya relevan berdasarkan pesan Al-Quran hadits, tapi juga sangat relevan dengan semangat yang telah digariskan pendiri bangsa ini. Karena jelas disebutkan dalam pembukaan UUD kita, bahwa kemerdekaan bangsa ini adalah atas bekas rahmat Allah Taala. Artinya, kemerdekaan tak lain merupakan nikmat Allah yang sangat besar. Maka wujud dari syukur kita atas nikmat ini adalah penghambaan dan ketundukan kita kepadaNya. Dengan demikian, InsyaAllah, ketika kita bersyukur dengan cara seperti ini, akan semakin Allah tambahkan kebaikan buat negeri ini.

Lain halnya jika kemerdekaan ini membuat kita semakin jauh dari Allah, semakin enggan melaksanakan perintah Allah, semakin berani menerjang larangan-larangan Allah, semakin menjaga jarak dengan nilai-nilai agama Allah, maka ini tak lain merupakan sebentuk kufur nikmat yang kita khawatirkan dapat menyebabkan berkurangnya keberkahan dan kebaikan bagi negeri ini.

Para hadirin yang dimuliakan Allah Taala.

Berikutnya yang dituntut dari kita sebagai warga negara bangsa ini adalah berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi negeri ini. Perkara ini tak cukup hanya sekedar klaim cinta negeri atau jargon NKRI harga mati sementar sikap dan perbuatannya nihil dari makna tersebut.