Get Mystery Box with random crypto!

ㅤㅤ ㅤㅤSudah satu minggu semenjak kecelakaan beruntun terja | Cerita Lara

ㅤㅤ

ㅤㅤSudah satu minggu semenjak kecelakaan beruntun terjadi di salah satu jalan raya kota Incheon, rumah duka masih dikunjungi oleh sanak saudara dan keluarga. Ayah dan ibu korban tengah sibuk menemani para tamu yang datang dengan senyuman ringan, seakan sudah menerima keadaan bahwa salah satu putranya telah meninggalkan dunia. Sedangkan ada dua orang terduduk diam dengan raut wajah yang tidak dapat di artikan, orang-orang mungkin menangkap bahwa Lara si kembaran dan Arkan si pacar korban masih shock menerima kenyataan bahwa orang terdekat mereka sudah pergi.

ㅤㅤNyatanya tidak, Jihan tidak benar-benar pergi. Jiwanya masih ada di sini, di rumah sedang belajar seperti biasanya, tidak mengetahui bahwa dirinya sudah tak lagi memiliki raga. Lara dan Arkan tau itu, mereka saling berpandangan dengan raut tak terbaca, saling bertukar bingung dan linglung, bergelut dalam pikiran masing-masing tanpa ingin bersuara di depan abu Jihan yang berada dalam guci cantik dibalik kaca, tepat di depan mereka.



ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤflashback.

"Harusnya aku yang naik bis! Harusnya aku ma!' teriakan Lara membuat suasana semakin runyam. Arkan di sana, meremas kuat rambutnya sembari menahan isak tangis yang semakin membuat dadanya terasa sesak. Lara masih menangis histeris, seharusnya yang pulang di jemput Arkan adalah Jihan, seharusnya Lara pulang naik bis itu, seharusnya dia tidak perlu beli buku baru, seharusnya mereka pulang bersama. Andaikan Lara bisa memutar balik waktu dan mereka akan pergi ke toko buku bersama, mereka bertiga di mobil bersama.

ㅤㅤKabar Jihan menjadi salah satu korban kecelakaan membuat rasa sedih yang penuh, sempit dan sesak. Lara segera berlari menuju kamarnya, sedangkan Arkan hanya diam terduduk di pojok ruangan, berteriak dan menangis tanpa suara. Ayah dan ibu hanya saling berpelukan di ruang tengah, seluruh ruangan penuh kesedihan dan kepedihan. Isak tangis berubah menjadi kejut karena Lara yang berteriak panik hingga terdengar suara pecahan barang, Ibu tiba-tiba pingsan dan Ayah terlihat sangat panik. "Biar saya aja om," suara Arkan parau dan berat, pipinya masih basah dan matanya memerah.

ㅤㅤSuara knop pintu terbuka, menampilkan Arkan yang diam mematung di depan pintu. Didepannya, Jihan tengah berteriak panik memanggil namanya sembari menunjuk Lara yang terduduk dengan tangis ketakutan di pojok ruangan. "Arkan! Itu Lara kenapa!! Tolongin Lara!" Suara Jihan terdengar nyata, Lara menutup telinga sembari menggigit bibirnya dan Arkan yang menyentuh pundak Jihan. Nyata, Jihan ada di sana benar benar ada di depan Arkan. Tak ada pikir panjang, Arkan memeluk Jihan dengan erat, merengkuhnya dengan tangis yang kembali terdengar.

"Kalian itu sebenernya kenapa?!" Jihan berteriak heran, "Lara tiba-tiba masuk sambil nangis ga jelas, kamu juga! Nangis sambil sesenggukan kayak bayi! Sebenernya ada apa sih?!" Jihan mengomel dan semuanya diam, berpikir apakah orang lain di luar sana mendengarnya. Lara dan Arkan masih bungkam, nafas mereka masih belum teratur terutama Lara, tubuhnya masih bergetar. Netra Jihan melirik kesana-kemari meminta penjelasan hingga bibir Lara yang bergetar mulai bersuara, "kamu pulang selamat dari bis?"

ㅤㅤSuara Lara pelan membuat Jihan mengerutkan dahi namun untungnya Lara tak perlu bertanya dua kali, "ya iya? Ini buktinya aku disini?" Jawaban Jihan yang masih kebingungan itu masih membuat Arkan dan Lara bungkam. "Setelah aku naik bis itu aku pulang langsung, eh kalian malah ga balik-balik, mana teleponku hilang entah kemana, aku pikir kalian selingkuh," Jihan berujar sembari mengerucut lucu. Masih tak ada jawaban membuat Jihan menyipitkan matanya, seakan curiga kembarannya dan pacarnya bermain di belakangnya. "Kalian nangis gini karena ada sesuatu ya? Kalian beneran.."
ㅤㅤ