2022-08-26 14:51:29
DARURAT KEBOHONGAN DAN KEZALIMAN
Tampaknya tepat apa yang pernah dinyatakan oleh Habib Rizieq Shihab (HRS). Negeri ini sedang darurat kebohongan. Kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo (FS) semakin menegaskan kebenaran pernyataan (HRS) tersebut. Kebohongan demi kebohongan di balik kasus tersebut satu-persatu terungkap. Bahkan kasus ini mengungkap banyak fakta lain. Di antaranya judi online yang konon bernilai puluhan triliun rupiah. Tak jarang judi online ini melibatkan sejumlah oknum aparat, bahkan pejabat tinggi Kepolisian. FS diduga salah satunya.
Tak menutup kemungkinan kasus pembunuhan Brigadir J ini pun makin membuka fakta sebenarnya dari kasus-kasus sebelumnya yang juga penuh kebohongan dan rekayasa. Di antaranya kasus pembantaian di KM50 terhadap 6 orang laskar FPI beberapa waktu sebelumnya. Sejak awal publik sudah curiga atas banyaknya kejanggalan dalam kasus pembantaian 6 syuhada ini yang juga menurut keterangan sepihak dari Kepolisian diawali dengan tembak-menembak. Berkaca pada kasus pembunuhan Brigadir J, publik makin percaya bahwa pembantaian terhadap 6 orang laskar FPI pun penuh kebohongan dan rekayasa.
Bahaya Bohong/Dusta
Bohong/dusta, kata Raghib al-Ashfahani, pangkalnya adalah dalam ucapan. Dinamakan bohong/dusta karena ucapan seseorang menyelisihi apa yang ada di dalam hatinya (Lihat juga: Al-Asqalani, Fath al-Bâri, 10/623).
Bohong/dusta termasuk perbuatan tercela. Umat telah sepakat bahwa bohong/dusta itu haram. Banyak dalil atas keharaman berbohong/berdusta ini (An-Nawawi, Al-Adzkâr, hlm. 324).
Di antara dalilnya: _Pertama_, firman Allah SWT:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Janganlah kamu mengikuti apa saja yang tidak kamu ketahui. Sungguh pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban (TQS al-Isra’ [17: 36).
Menurut Imam asy-Syinqithi, dalam ayat ini Allah SWT telah melarang manusia agar mengikuti apa yang tidak dia ketahui. Di dalamnya termasuk perkataan orang, “Saya telah melihat.” Padahal dia tidak melihat. “Saya telah mendengar.” Padahal dia belum mendengar. “Aku tahu.” Padahal dia tidak tahu. Demikian pula orang yang berkata atau beramal tanpa ilmu, tercakup dalam ayat ini.” (Asy-Syinqithi, Adhwâ’ al-Bayân, 3/145).
Kedua, firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar/jujur (TQS at-Taubah [9]: 119).
Ayat ini memang memerintahkan agar kita berlaku benar/jujur. Namun demikian, ayat ini berarti melarang hal sebaliknya: berbohong/berdusta.
Ketiga, sabda Rasulullah saw.:
«وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ»
_Sungguh bohong/dusta itu mengantarkan pada dosa dan dosa itu mengantarkan ke dalam neraka (HR al-Bukhari dan Muslim).
Keempat, sabda Rasulullah saw.: _Pada suatu malam aku bermimpi didatangi dua orang laki-laki. Lalu keduanya membawaku ke sebuah tempat yang suci. Di tempat itu aku melihat dua orang yang sedang duduk dan ada dua orang yang sedang berdiri. Di tangan mereka ada sebatang besi. Besi itu ditusukkan ke tulang rahangnya sampai tembus ke tengkuknya. Kemudian ditusukkan besi itu pada tulang rahangnya yang lain semisal itu juga hingga penuh dengan besi.” Akhirnya, Nabi saw. bertanya, “Kalian telah mengajakku berkeliling. Sekarang kabarkan kepadaku peristiwa demi peristiwa yang telah aku lihat.” Keduanya berkata, “Orang yang engkau lihat menusuk rahangnya dengan besi adalah seorang pendusta, suka berkata bohong hingga dosanya itu memenuhi penjuru langit. Apa yang engkau lihat akan terus demikian hingga Hari Kiamat.” (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Itu adalah bohong/dusta secara umum kepada sesama manusia. Apalagi jika bohong/dusta itu dilakukan oleh seorang pemimpin kepada rakyatnya. Dosanya pasti lebih besar. Pasalnya, korban atas kebohongan pemimpin adalah semua rakyat yang jumlahnya puluhan juta bahkan bisa ratusan juta orang.
58 views11:51