Get Mystery Box with random crypto!

Pengindraan terhadap segala ciptaan sebagaimana pengindraan te | Studi Islam

Pengindraan terhadap segala ciptaan sebagaimana pengindraan terhadap suara pesawat, adalah perkara yang pasti. Eksistensi sang Pencipta bagi ciptaan yang berasal dari-Nya ini, semisal eksistensi pesawat yang mengeluarkan suara, merupakan perkara yang pasti. Jadi eksistensi sang Pencipta bagi makhluk ciptaan, merupakan perkara yang pasti juga.

Manusia dengan indra dan akalnya sanggup memahami segala ciptaan. Melalui pengindraan terhadap segala ciptaan tadi, manusia mampu memahami dengan pasti eksistensi Sang Pencipta. Jadi, eksistensi Sang Pencipta adalah nyata, manusia melalui pengindraan bisa menemukan eksistensi-Nya, dan Dia bukanlah ide imajinasi dalam benak manusia.

Secara nalar, Sang Pencipta ini harus azali, karena andai tidak bersifat azali, maka pasti membutuhkan kepada yang lain, bila demikian berarti Dia makhluk alias ciptaan.

Karena alam nyata ini tidak bersifat azali, sebab perlu berjalan sesuai aturan dan kondisi tertentu yang tidak bisa dilampauinya, yang artinya alam ini membutuhkan aturan dan kondisi tersebut. Demikian pula, materi tidak bersifat azali, sebab membutuhkan yang lain, karena hanya bisa berubah dari satu bentuk menuju bentuk lainnya, melalui peningkatan kuantitas dan aturan tertentu, serta hanya bisa terikat pada aturan dan ukuran kuantitas tadi, yang artinya materi itu membutuhkan yang lain.

Jadi, alam nyata ini bukanlah Sang Pencipta, sebab tidak azali dan tidak qadim. Begitu juga materi bukanlah Sang Pencipta, sebab tidak azali dan tidak qadim. Maka pastinya Sang Pencipta hanyalah Allah ta’ala. Artinya: zat azali dan qadim yang orang namai dengan Allah, God, Tuhan dan berbagai nama semisal yang menunjukkan sebutan yang sama, maksudnya adalah Allah, yaitu Sang Pencipta yang azali dan qadim.

Kesimpulannya, Allah itu nyata, eksistensi-Nya bisa dijangkau indra melalui keberadaan berbagai ciptaan-Nya. Ketika manusia takut kepada Allah, sebenarnya ia takut kepada zat yang nyata adanya, yang eksistensi-Nya bisa dijangkau indra. Tatkala manusia menyembah Allah, sebenarnya ia menyembah kepada zat yang nyata adanya, yang eksistensi-Nya bisa dijangkau indra. Demikian juga, ketika memohon keridha’an Allah, sebenarnya ia memohon keridha’an zat yang nyata adanya, yang eksistensi-Nya bisa dijangkau indra. Karena itu manusia takut kepada Allah, menyembah dan memohon keridha’an-Nya dengan yakin, tanpa ada sedikitpun keraguan. Wallahu a’lam. (Disadur dari: Syaikh M. Muhammad Ismail, al-Fikr al-Islami, 1985, h. 9-12).

(Ust. Yan S. Prasetiadi | 25 Dzulhijjah 1443 H)