Get Mystery Box with random crypto!

MENGENALI CIRI-CIRI RUJUK YANG JUJUR DARI RUJUKNYA ORANG YANG | SALAFY SOLO

MENGENALI CIRI-CIRI RUJUK YANG JUJUR DARI RUJUKNYA ORANG YANG BERBUAT MAKAR DAN TALAUB



Al Ustadz Afifudin Hafizhahullah


https://t.me/salafyjember/442

Yang b
erikutnya lagi ikhwani fid diin ‘azakumulloh, masalah yang berikutnya.

Kembali kepada ulama, terutama dalam perkara-perkara yang memang harus kembali kepada ulama,
perkara besar yang menimpa kaum muslimin,
perkara besar yang menimpa salafiyin,
perkara besar yang menimpa dakwah salafiyah,
apalagi berkaitan dengan memvonis seorang salafi munharif,
memvonis seo
rang salafi sebagai seorang hizbi,

Rujuk kepada ulama itu:
Sebelum melakukan sesuatu,
Sebelum menyampaikan sesuatu,
Sebelum menghakimi dan menghukumi sesuatu.

Sampaikan kepada ulama terlebih dahulu!
Ada arahan,
Ada bimbingan,
Baru kamu bertindak.

Bukan kembali kepada mereka setelah
Kamu berucap,
Kamu berbuat,
Bertingkah laku,
Bertindak A, B, C, gaduh, heboh, kacau, runyam,

Baru kembali kepada ulama.

Baarokalloohu fiikum. Maa hakadza yaa akhy?!

Dalam perkara-perkara besar tadi, ranahnya para ulama.
Jangan melangkah,
Jangan berbuat,
Jangan berstatement,
Jangan berucap,
Jangan menghukumi,
Jangan menghakimi,
Sebelum ulama yang terlebih dahulu menjelaskan.

Difahami ya?

Ada taqoddum baina yadayil ‘ulama, melangkahi ulama. Ada takholuf ‘anil ‘ulama, telat dari para ulama.

Yang melangkahi,
Sudah berucap,
Sudah berbuat,
Bertindak,
Bertingkah laku,
Menghakimi,
Menghukumi,
Memvonis,
Baru ngomong kepada ulamanya.

Ditegur, dinasehati, rujuk. Yang rujuk, yang gak, gak (rujuk, pen). Baarokalloohu fiikum.

Takholuf, telat, ulama sudah bicara, vonis, haadza munharif, haadza hizby, telat!

“Oww, ini anu yaa akhi, perlu dibahas ulang.”

Lho sudah selesai urusan, ulama sudah memvonis, yang ini masih mengatakan dibahas ulang. Takholuf, telat!

Yang betul tengah-tengah, jangan taqoddum jangan takholuf.

Bukan termasuk bimbingan para ulama
Dan bukan termasuk cara rujuknya ahlussunnah yang benar,

Ketika seseorang sudah ke sana kemari,
Berucap,
Statement,
Bicara,
Posting,
Sharing,
Status,
Menghakimi,
Menghukumi,
Bikin gaduh,
Bikin ulah,
Bikin kacau,
Salah dalam perkara yang wadhih, yang begitu nampak jelas,

ditegur ulama baru (berkata, pen), “Saya rujuk. Dan ini bukti saya kembali kepada ulama.”

Maa hakadza, yaa rejal?!

Itu namanya taqoddum baina yadayil ‘ulama, bukan begitu cara rujuknya ahlussunnah!

Minta arahan ulama dulu baru kamu berbicara!

Bukan kamu s
udah sejauh itu, separah itu, melanggar hal-hal yang wadhih, ma’lum di kalangan ahlussunnah sebuah kesalahan, sebuah penyimpangan, kamu terjang, kamu larang, ditegur, (kemudian berkata, pen), “Saya rujuk. Dan rujuknya saya ini sebagai bukti saya bersama dengan para ulama.”

Ya gak begitu!

Nanti mengulangi lagi. Ditegur lagi, rujuk lagi. “Saya salah, dan bukti saya rujuk kepada ulama dan saya terbimbing dengan bimbingan para ulama.”

Sampai rujuk pun dengan bimbingannya ulama.

Lho perkara yang gamblang, wadhih kesalahannya, ngapain nunggu ulama baru kamu rujuk?! Perkara yang nyata kemaksiatannya, kenapa nunggu ulama waktu kamu rujuk?! Langsung aja kamu taubat! Kenapa nunggu ulama baru kamu rujuk?!

Itu namanya per
mainan! Itu namanya talaub! Itu namanya makar!

Baarokalloohu fiikum.